Iran Respons Serangan Amerika: Tembakkan Rudal ke Israel dan Desak Sidang Darurat DK PBB

Pada pertengahan Juni 2025, dunia kembali diguncang oleh perkembangan konflik geopolitik yang mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah dan perdamaian internasional. Iran, sebagai salah satu negara dengan kekuatan militer paling signifikan di kawasan, merespons serangan udara Amerika Serikat dengan tindakan militer langsung: peluncuran rudal ke wilayah Israel. Langkah ini tidak hanya menandai babak baru dalam konflik tiga pihak—Iran, AS, dan Israel—tetapi juga menjadi penanda betapa rapuhnya stabilitas global saat ini.
Tak berhenti di situ, Iran juga secara resmi mengajukan permintaan kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan sidang darurat. Tujuannya: menyuarakan pelanggaran terhadap kedaulatan nasionalnya dan mendesak agar komunitas internasional mengambil tindakan nyata menghentikan agresi militer terhadapnya. Artikel ini akan mengupas secara menyeluruh latar belakang, dinamika, reaksi global, dan potensi dampak jangka panjang dari peristiwa bersejarah ini.

Latar Belakang: Serangan AS sebagai Pemicu Balasan
Konflik antara Iran dan Amerika Serikat telah berlangsung selama beberapa dekade. Namun, insiden terkini terjadi ketika pada awal Juni 2025, pasukan udara Amerika melakukan serangan ke fasilitas militer Iran di Provinsi Khuzestan dan Hormozgan. Pemerintah AS berdalih bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari upaya “pre-emptive strike” atau serangan pencegahan terhadap ancaman Iran yang diduga sedang mempersiapkan penyerangan terhadap pangkalan-pangkalan militer AS di wilayah Teluk.
Serangan tersebut menyebabkan kerusakan besar, menewaskan puluhan personel militer Iran, termasuk seorang jenderal tinggi dari Pasukan Garda Revolusi. Iran menganggap langkah tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatannya dan sebuah bentuk agresi militer yang tidak dapat ditoleransi.
Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, menyebut serangan itu sebagai “garis merah yang telah dilewati oleh Amerika” dan berjanji akan membalas dengan kekuatan penuh.
Respons Iran: Rudal Balistik Mengarah ke Israel
Pada 17 Juni 2025 dini hari waktu setempat, Iran meluncurkan serangkaian rudal balistik jarak menengah ke wilayah Israel. Rudal-rudal tersebut menghantam beberapa target strategis di wilayah Negev dan Tel Aviv, termasuk pangkalan militer, instalasi radar, dan depot logistik. Militer Israel mengonfirmasi serangan tersebut, meski menyatakan bahwa sistem pertahanan udara Iron Dome berhasil mencegat sebagian besar rudal yang datang.
Namun, sejumlah rudal berhasil lolos dan menimbulkan kerusakan serta korban jiwa. Pemerintah Israel melaporkan sedikitnya 14 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat serangan ini. Perdana Menteri Israel, dalam pernyataan resmi, menyebut tindakan Iran sebagai “deklarasi perang” dan berjanji akan melakukan pembalasan secara terukur dan terkoordinasi dengan sekutunya.
Iran Desak Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB
Seiring dengan serangan rudalnya, Iran melalui delegasi tetapnya di PBB mengirimkan nota diplomatik kepada Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, mendesak diadakannya Sidang Darurat Dewan Keamanan untuk membahas pelanggaran hukum internasional oleh Amerika Serikat dan Israel. Dalam surat tersebut, Iran menyatakan:
“Kami meminta kepada Dewan Keamanan untuk memikul tanggung jawabnya sebagaimana diamanatkan dalam Piagam PBB, guna mencegah meluasnya agresi dan memastikan bahwa pelaku pelanggaran kedaulatan negara dihukum sesuai hukum internasional.”
Iran juga menuduh AS dan Israel telah berkonspirasi melakukan “agresi sistematis” terhadap stabilitas kawasan dan menyerukan komunitas internasional untuk tidak tinggal diam.
Reaksi Dunia: Kecemasan dan Ajakan Menahan Diri
Respons global terhadap eskalasi ini sangat beragam, namun secara umum mengandung nada kekhawatiran. Negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan seperti Rusia dan China mengkritik keras tindakan militer Amerika dan menyerukan penyelesaian diplomatik. Rusia bahkan menyatakan siap memediasi pertemuan antara AS dan Iran jika kedua pihak bersedia menghentikan aksi militer.
Uni Eropa mengeluarkan pernyataan mendesak semua pihak untuk menahan diri dan memperingatkan bahwa tindakan militer lanjutan bisa memicu perang regional yang lebih luas. Perancis dan Jerman, khususnya, menyerukan “penyelesaian multilateralisme” melalui PBB dan lembaga internasional lainnya.
Sementara itu, negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab berada dalam posisi dilematis. Meski selama ini memandang Iran sebagai ancaman, mereka juga khawatir bahwa konflik terbuka dapat menimbulkan instabilitas ekonomi dan keamanan di kawasan.
Dampak Langsung: Militer, Ekonomi, dan Sosial
1. Dampak Militer
Ketegangan meningkat di kawasan Teluk Persia, dengan pergerakan militer yang masif. Armada tempur AS dikerahkan lebih dekat ke Selat Hormuz. Iran juga meningkatkan kesiagaan pasukan di perbatasan barat dan utara. Beberapa insiden kecil seperti baku tembak di perbatasan Iran-Irak dilaporkan terjadi.
2. Dampak Ekonomi
Harga minyak melonjak tajam. Pada 18 Juni 2025, harga Brent menembus angka USD 125 per barel akibat kekhawatiran gangguan pasokan. Pasar saham global bergejolak. Bursa di Tokyo, Frankfurt, dan New York mengalami penurunan tajam sebagai bentuk kepanikan investor terhadap potensi pecahnya perang besar di Timur Tengah.
3. Dampak Sosial
Masyarakat di wilayah perbatasan Iran, Israel, dan bahkan Lebanon mulai melakukan eksodus ke wilayah yang dianggap lebih aman. Lembaga kemanusiaan internasional seperti ICRC dan UNHCR memperkirakan bahwa jika konflik berlanjut, akan terjadi gelombang pengungsi baru yang melibatkan ratusan ribu jiwa.
Analisis Geopolitik: Siapa Mendapat Apa?
Konflik ini membuka ruang interpretasi luas tentang dinamika kekuasaan global:
- Amerika Serikat ingin mempertahankan dominasi strategis di Timur Tengah, terutama untuk mengamankan kepentingan energi dan posisi tawarnya terhadap Rusia dan China.
- Iran berusaha menunjukkan kekuatan dan menegaskan bahwa ia bukan sekadar pemain regional, melainkan kekuatan yang tak bisa diremehkan.
- Israel melihat konflik ini sebagai kesempatan untuk melumpuhkan kemampuan militer Iran, meski risikonya tinggi.
Dalam konteks lebih luas, konflik ini memperlihatkan lemahnya mekanisme resolusi konflik internasional. Dewan Keamanan PBB kerap terjebak dalam kebuntuan politik, sementara hukum internasional seringkali menjadi alat politisasi semata.
Peran Indonesia dan Negara Berkembang
Sebagai negara non-blok dan anggota aktif G20 serta Dewan HAM PBB, Indonesia ikut menyuarakan keprihatinannya. Presiden Prabowo Subianto menyerukan pentingnya diplomasi damai dan penyelesaian konflik melalui dialog.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah Indonesia menegaskan:
“Indonesia mengecam segala bentuk kekerasan dan mendesak agar seluruh pihak menghormati hukum internasional serta menjaga perdamaian dan stabilitas global.”
Indonesia juga mengusulkan pembentukan “forum khusus” di luar kerangka DK PBB untuk membahas eskalasi di Timur Tengah, dengan melibatkan negara-negara netral dan organisasi regional seperti Liga Arab dan OKI.
Potensi Eskalasi dan Prediksi Ke Depan
Para pengamat internasional memperkirakan beberapa skenario ke depan:
Skenario 1: Gencatan Senjata Sementara
Jika DK PBB berhasil menggelar sidang dan ada tekanan diplomatik yang kuat, bukan tidak mungkin tercapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, ini hanya bersifat sementara tanpa solusi jangka panjang.
Skenario 2: Perang Terbatas
Iran dan Israel mungkin terlibat dalam konflik militer terbatas di wilayah perbatasan atau serangan udara terukur, namun tidak menyebar ke wilayah domestik masing-masing.
Skenario 3: Perang Regional
Jika AS meningkatkan keterlibatannya dan Hezbollah atau kelompok militan Syiah lainnya ikut campur, maka perang skala penuh di Timur Tengah sangat mungkin terjadi.
Skenario 4: Intervensi Multinasional
PBB atau aliansi baru seperti BRICS Plus bisa mengambil inisiatif untuk menengahi konflik, namun efektivitasnya tergantung pada konsensus politik global yang kini sangat terpolarisasi.
Penutup: Dunia dalam Simpul Ketegangan
Peristiwa peluncuran rudal Iran ke Israel sebagai balasan atas serangan udara AS menjadi titik kritis dalam sejarah konflik Timur Tengah. Keputusan Iran untuk menggandeng Dewan Keamanan PBB menunjukkan keinginan untuk meraih legitimasi internasional, meski tidak menutup kemungkinan terjadinya eskalasi lebih lanjut.
Dunia saat ini berada di simpul ketegangan, di mana diplomasi dan kekuatan militer saling berpacu. Hanya dengan keberanian politik dan komitmen terhadap perdamaian, dunia dapat menghindari bencana yang lebih besar.
Masyarakat internasional harus bersatu untuk mendesak penyelesaian damai, menghormati kedaulatan negara, dan menegakkan hukum internasional. Perang tidak pernah menjadi solusi. Dialog, diplomasi, dan keadilanlah yang seharusnya menjadi senjata utama umat manusia.
Baca Juga : Putin dan Xi Jinping Mengutuk Serangan Israel ke Iran, Desak De-Eskalasi Segera dalam Krisis Timur Tengah