Boeing

Boeing Rela Bayar Rp17,8 Triliun ke Departemen Kehakiman AS, Sepakat Hindari Kasus Pidana Kecelakaan 737 MAX

Uncategorized

Pada 23 Mei 2025, Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) dan Boeing mencapai kesepakatan yang memungkinkan perusahaan penerbangan raksasa itu menghindari tuntutan pidana terkait dua kecelakaan fatal pesawat 737 MAX. Kesepakatan ini mencakup pembayaran lebih dari $1,1 miliar (sekitar Rp17,8 triliun) dan pengakuan Boeing atas konspirasi untuk menghalangi Otoritas Penerbangan Federal AS (FAA) dalam proses sertifikasi pesawat tersebut. Namun, kesepakatan ini juga menuai kontroversi, terutama dari keluarga korban yang menuntut pertanggungjawaban lebih lanjut dari Boeing.


Latar Belakang Kecelakaan 737 MAX

Kecelakaan pertama terjadi pada 29 Oktober 2018, ketika pesawat Lion Air JT610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Indonesia, tak lama setelah lepas landas. Semua 189 orang di dalamnya tewas. Kecelakaan kedua terjadi pada 10 Maret 2019, ketika pesawat Ethiopian Airlines ET302 jatuh di dekat Addis Ababa, Ethiopia, menewaskan semua 157 penumpang dan awak kabin. Kedua kecelakaan ini disebabkan oleh kegagalan sistem kontrol penerbangan otomatis baru bernama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), yang tidak diinformasikan dengan jelas kepada pilot dan regulator.


Isi Kesepakatan dengan DOJ

Dalam kesepakatan ini, Boeing setuju untuk:

  1. Mengakui konspirasi untuk menghalangi FAA: Boeing mengakui bahwa mereka telah berkonspirasi untuk menghalangi FAA dalam proses sertifikasi 737 MAX.
  2. Membayar denda dan kompensasi: Boeing akan membayar $444,5 juta (sekitar Rp7,1 triliun) ke dalam dana kompensasi untuk keluarga korban, serta denda pidana sebesar $243,6 juta (sekitar Rp3,9 triliun).
  3. Investasi dalam program kepatuhan dan keselamatan: Boeing akan menginvestasikan lebih dari $455 juta (sekitar Rp7,4 triliun) untuk meningkatkan program kepatuhan, keselamatan, dan kualitas perusahaan.
  4. Menghindari tuntutan pidana: Dengan kesepakatan ini, Boeing menghindari tuntutan pidana yang dapat mengakibatkan larangan kontrak pemerintah dan dampak reputasi yang signifikan.

Kesepakatan ini juga mencakup persyaratan untuk Boeing untuk berinteraksi dengan keluarga korban dan melibatkan konsultan kepatuhan independen untuk memantau implementasi perubahan yang dijanjikan.


Reaksi Keluarga Korban dan Aktivis Hukum

Keluarga korban dan aktivis hukum mengkritik kesepakatan ini, menyebutnya sebagai “kesepakatan manis” yang memungkinkan Boeing menghindari tanggung jawab penuh atas dua insiden tersebut. Mereka menilai bahwa denda yang dikenakan terlalu ringan dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut. Beberapa keluarga korban berencana untuk menantang kesepakatan ini di pengadilan, berharap agar Boeing dikenakan hukuman yang lebih berat dan pertanggungjawaban yang lebih besar


Implikasi Kesepakatan terhadap Boeing

Dengan menghindari tuntutan pidana, Boeing tetap mempertahankan kelayakan untuk kontrak pemerintah dan menghindari dampak reputasi yang lebih luas. Namun, perusahaan tetap menghadapi tuntutan hukum dari keluarga korban dan regulator di luar AS. Kesepakatan ini juga menempatkan Boeing di bawah pengawasan yang lebih ketat terkait keselamatan dan kepatuhan di masa depan.


Kesimpulan

Kesepakatan antara Boeing dan Departemen Kehakiman AS mencerminkan upaya untuk menyelesaikan masalah hukum terkait kecelakaan 737 MAX tanpa melalui proses pengadilan pidana. Namun, kesepakatan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana perusahaan besar dapat menghindari pertanggungjawaban penuh atas tindakan mereka. Keluarga korban dan masyarakat luas berharap agar kejadian serupa tidak terulang dan bahwa keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama bagi semua pihak terkait

Baca Juga : Menkes Usul Dokter Umum Bisa Operasi Caesar, Pengamat: Harus Dikaji, Jangan Sampai Jadi Bencana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *