Hubungan antara Israel dan Iran sudah lama berada dalam kondisi bermusuhan. Sejak Revolusi Iran 1979, kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik dan terus bersaing dalam pengaruh geopolitik di Timur Tengah.
Iran mendukung berbagai kelompok bersenjata seperti Hezbollah di Lebanon dan milisi di Suriah dan Irak, yang oleh Israel dianggap sebagai ancaman eksistensial. Sebaliknya, Israel secara terbuka mengancam akan mencegah Iran mendapatkan senjata nuklir dan kerap melancarkan serangan udara ke posisi milisi yang didukung Iran di Suriah.

1.2 Eskalasi Baru: Serangan ke Teritori Iran
Puncak ketegangan terbaru terjadi ketika Israel melancarkan serangan langsung ke wilayah Iran, tepatnya ke dekat kota Isfahan—yang juga merupakan salah satu lokasi fasilitas nuklir strategis milik Iran. Serangan ini disebut sebagai balasan atas serangan drone Iran ke wilayah Israel beberapa minggu sebelumnya.
Serangan tersebut menandai pergeseran besar dalam dinamika konflik, karena merupakan salah satu dari sedikit kasus di mana Israel secara langsung menyerang dalam wilayah kedaulatan Iran, bukan hanya melalui proxy atau wilayah ketiga seperti Suriah atau Lebanon.
Bab 2: Reaksi Dunia: Ketegangan Menyebar
2.1 Reaksi Negara Barat
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, menyatakan bahwa mereka tidak terlibat langsung dalam serangan tersebut, namun tetap memberikan dukungan penuh terhadap “hak Israel untuk membela diri”. Sementara itu, Eropa bersikap lebih hati-hati, menyerukan semua pihak untuk menahan diri.
2.2 Negara-Negara Arab dan Liga Arab
Sebagian besar negara Arab mengutuk serangan tersebut dan mendesak PBB untuk mengintervensi. Liga Arab bahkan menggelar pertemuan darurat untuk merespons kemungkinan dampak serangan ini terhadap stabilitas kawasan.
Bab 3: Sikap Tegas Rusia dan Tiongkok
3.1 Pernyataan Bersama dari Kremlin dan Beijing
Presiden Vladimir Putin dan Presiden Xi Jinping dalam konferensi bersama di Moskow mengutuk serangan militer Israel ke wilayah Iran. Keduanya menyebut tindakan tersebut sebagai “pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan Piagam PBB.”
Pernyataan resmi itu berbunyi:
“Rusia dan Tiongkok menolak penggunaan kekuatan secara sepihak yang melanggar kedaulatan negara lain. Serangan Israel ke wilayah Republik Islam Iran adalah tindakan provokatif yang mengancam stabilitas regional dan global.”
3.2 Desakan De-Eskalasi
Putin dan Xi mendesak de-eskalasi segera dan memanggil seluruh pihak untuk kembali ke meja diplomasi. Mereka menyerukan diadakannya pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB dan menawarkan mediasi untuk menghindari perang terbuka.
Bab 4: Kepentingan Strategis Rusia dan Tiongkok di Timur Tengah
4.1 Rusia: Stabilitas Suriah dan Hubungan dengan Iran
Rusia memiliki kepentingan besar menjaga stabilitas Timur Tengah, terutama karena keterlibatannya di Suriah bersama dengan Iran. Iran adalah salah satu mitra strategis Rusia dalam menopang rezim Bashar al-Assad dan menahan pengaruh AS di kawasan tersebut.
Serangan Israel terhadap Iran dapat memicu efek domino yang mengancam posisi Rusia, baik secara militer maupun diplomatik.
4.2 Tiongkok: Jalur Energi dan Inisiatif Sabuk & Jalan
Tiongkok mengimpor hampir 40% minyaknya dari Timur Tengah. Iran adalah salah satu mitra penting dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI). Konflik berskala besar di kawasan akan mengancam jalur perdagangan utama Tiongkok dan mengganggu kestabilan ekonomi global.
Xi Jinping secara pribadi pernah menjadi mediator dalam rekonsiliasi antara Iran dan Arab Saudi tahun 2023, sehingga eskalasi ini juga merusak citra diplomatik Tiongkok sebagai penjaga perdamaian.
Bab 5: De-Eskalasi: Keniscayaan atau Sekadar Retorika?
5.1 Risiko Perang Terbuka
Dengan Iran yang bersumpah akan membalas, dan Israel yang telah siaga penuh, konflik ini dapat berkembang menjadi perang terbuka. Apalagi jika negara-negara seperti AS dan Arab Saudi ikut terseret dalam konflik ini.
5.2 Mediasi Rusia-Tiongkok: Peluang Damai?
Sebagai dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia dan Tiongkok berusaha menghidupkan kembali mekanisme multilateral. Mereka mengusulkan Konferensi Damai Timur Tengah yang melibatkan Iran, Israel, Arab Saudi, Turki, dan Uni Eropa.
Namun, tantangan tetap besar. Ketidakpercayaan antara Iran dan Israel nyaris absolut, dan AS cenderung menolak mediasi yang dipimpin oleh Moskow atau Beijing.
Bab 6: Reaksi Iran dan Israel atas Sikap Putin-Xi
6.1 Respons Iran
Iran menyambut baik dukungan dari Rusia dan Tiongkok. Menteri Luar Negeri Iran menyatakan bahwa “dukungan dari dua kekuatan dunia merupakan validasi bahwa Iran adalah korban agresi, bukan provokator.”
Iran juga menunjukkan ketertarikan terhadap inisiatif konferensi damai, tetapi tetap menyatakan bahwa “hak untuk membela diri tetap tidak bisa dinegosiasikan.”
6.2 Respons Israel
Israel menolak keras narasi bahwa pihaknya melakukan agresi. Menurut pemerintah Israel, serangan ke Iran adalah balasan atas serangan langsung yang menargetkan Tel Aviv dan wilayah udara Israel.
Pemerintah Israel bahkan mengecam posisi Rusia dan Tiongkok sebagai “berpihak pada rezim sponsor terorisme.”
Bab 7: Peran PBB dan Gagalnya Resolusi Perdamaian
7.1 Dewan Keamanan PBB Terpecah
PBB menggelar sidang darurat menyikapi eskalasi Israel-Iran. Namun, perbedaan tajam antara blok Barat dan blok Timur (Rusia–Tiongkok) membuat resolusi damai gagal dihasilkan.
Amerika Serikat menggunakan hak veto atas usulan Rusia untuk mengutuk Israel, sementara Rusia dan Tiongkok menolak resolusi yang mendukung “hak pertahanan diri” Israel.
7.2 Sekjen PBB Serukan Gencatan Senjata
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” dan memperingatkan bahwa eskalasi konflik dapat mengancam perdamaian global.
Bab 8: Dampak Global: Ekonomi dan Keamanan
8.1 Harga Minyak Melonjak
Pasar global bereaksi cepat terhadap eskalasi. Harga minyak mentah melonjak hingga 110 dolar AS per barel, tertinggi sejak konflik Ukraina. Hal ini memperparah inflasi global dan memperumit strategi moneter negara-negara besar.
8.2 Lonjakan Keamanan Siber dan Militer
Kekhawatiran terhadap perang siber meningkat. Israel dan Iran saling melancarkan serangan digital, dan negara-negara seperti AS, Rusia, dan Tiongkok meningkatkan sistem pertahanan siber mereka.
Sementara itu, armada Angkatan Laut AS dan Rusia memperkuat kehadirannya di Teluk Persia dan Laut Mediterania, meningkatkan risiko salah tembak atau salah perhitungan militer.
Bab 9: Analisis Geopolitik: Aliansi Baru di Tengah Krisis
9.1 Rusia–Tiongkok–Iran vs Barat
Konflik ini semakin menunjukkan polarisasi geopolitik global. Iran kini terang-terangan didukung oleh Rusia dan Tiongkok. Sementara Israel tetap menjadi sekutu utama AS, bersama dengan beberapa negara Eropa dan Arab Teluk.
Polarisasi ini berpotensi menghidupkan kembali semangat Perang Dingin baru dengan basis konflik Timur Tengah sebagai medan proksi.
9.2 Kekuatan Baru sebagai Mediator Global
Meski dikritik, Rusia dan Tiongkok kini berperan sebagai aktor penting dalam krisis global, menyaingi dominasi diplomatik AS dan Eropa. Dunia menyaksikan perebutan kepemimpinan dalam isu perdamaian internasional.
Bab 10: Kesimpulan – Krisis Timur Tengah dan Masa Depan Perdamaian Dunia
Eskalasi konflik Israel-Iran membuka babak baru dalam geopolitik global yang dipenuhi ketegangan, intervensi, dan kalkulasi kekuatan. Di tengah pusaran ini, Vladimir Putin dan Xi Jinping tampil sebagai suara keras yang mengecam serangan Israel dan mendesak de-eskalasi segera.
Meski motif dan strategi mereka tidak lepas dari kepentingan nasional, langkah ini memperlihatkan betapa pentingnya diplomasi multilateral dalam menghadapi ancaman perang yang bisa menghancurkan lebih dari satu kawasan.
Langkah selanjutnya akan menentukan arah dunia: apakah dunia akan memilih jalur perundingan, atau terjerumus lebih jauh ke jurang konfrontasi global. Apapun hasilnya, pernyataan bersama Rusia dan Tiongkok telah menjadi sinyal bahwa Timur Tengah tak lagi bisa dianggap sebagai konflik regional semata—ia adalah krisis global yang membutuhkan solusi global.
Baca Juga : Perang Iran-Israel Memanas: Menlu RI Umumkan Status Siaga Satu, Instruksikan Evakuasi WNI dari Timur Tengah