KPK

Novel Baswedan: Dari KPK, Kasus Air Keras, hingga Satgas Penerimaan Negara

Uncategorized

Nama Novel Baswedan bukanlah nama yang asing di telinga publik Indonesia, terutama dalam konteks pemberantasan korupsi. Sosok mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menjadi simbol keberanian dan integritas dalam menghadapi kekuatan korup yang terorganisir. Perjalanan kariernya penuh risiko, dengan puncaknya adalah serangan air keras yang melukai matanya pada 2017. Namun semangatnya tak padam. Kini, ia mengemban tugas baru di Satgas Optimalisasi Penerimaan Negara di bawah Kemenko Polhukam.

KPK

Bab 1: Awal Karier dan Masuk ke KPK

1.1 Latar Belakang Pendidikan dan Kepolisian

Novel Baswedan lahir di Semarang, 22 Juni 1977. Ia menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol) dan lulus pada 1998. Awalnya, ia berdinas sebagai polisi aktif dengan sejumlah penugasan, termasuk sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu.

Namun, ia mulai menarik perhatian nasional ketika bergabung dengan KPK pada 2007 sebagai penyidik. Di lembaga antirasuah itu, ia menangani sejumlah kasus besar yang menyeret pejabat tinggi, anggota DPR, hingga kepala daerah.

1.2 Peran Sentral dalam KPK

Selama lebih dari satu dekade, Novel menjadi salah satu penyidik utama dalam KPK. Ia turut mengungkap berbagai kasus besar, antara lain:

  • Kasus korupsi simulator SIM yang menyeret Irjen Djoko Susilo.
  • Korupsi proyek e-KTP dengan kerugian negara triliunan rupiah.
  • Kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Kegigihannya membuatnya dikagumi rekan dan masyarakat, tetapi juga membuatnya jadi sasaran pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kerja-kerja pemberantasan korupsi.


Bab 2: Kasus Air Keras yang Mengguncang Bangsa

2.1 Kronologi Kejadian

Pada 11 April 2017, Novel diserang oleh dua orang tak dikenal yang menyiramkan air keras ke wajahnya saat ia berjalan pulang usai salat subuh di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Serangan tersebut menyebabkan kerusakan permanen pada mata kiri, sementara mata kanannya sempat tertolong namun tetap mengalami gangguan penglihatan.

2.2 Dampak Nasional dan Internasional

Kejadian ini menjadi isu nasional bahkan internasional. Presiden Joko Widodo meminta Kapolri mengusut kasus ini secara serius. Dukungan mengalir dari berbagai elemen masyarakat sipil, aktivis HAM, dan lembaga internasional.

Namun investigasi berjalan lambat. Dalam waktu bertahun-tahun, pelaku belum juga ditemukan. Kondisi ini memicu dugaan bahwa ada pihak-pihak kuat yang melindungi dalang serangan.

2.3 Penangkapan dan Kontroversi

Pada Desember 2019, dua pelaku bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis ditangkap. Mereka adalah polisi aktif. Motif serangan disebut sebagai “balas dendam pribadi.”

Namun banyak pihak tidak puas, karena tidak ada pengungkapan otak intelektual di balik aksi tersebut. Vonis ringan terhadap pelaku juga mengundang kecaman publik dan dianggap mencederai rasa keadilan.


Bab 3: Sikap dan Konsistensi Usai Serangan

3.1 Kembali ke KPK dengan Mata Terluka

Setelah menjalani operasi dan perawatan panjang di Singapura, Novel kembali bekerja di KPK. Ia menegaskan bahwa serangan tidak akan menghentikan semangatnya dalam memberantas korupsi.

Namun di saat bersamaan, KPK tengah mengalami pelemahan melalui revisi UU KPK tahun 2019. Banyak pegawai termasuk Novel menolak revisi tersebut yang dianggap mengurangi independensi lembaga.

3.2 Tes Wawasan Kebangsaan dan Pemberhentian

Pada 2021, KPK menerapkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN. Hasilnya, 75 pegawai termasuk Novel dianggap “tidak lolos” dan akhirnya diberhentikan.

Langkah ini menuai kontroversi. Banyak yang menilai TWK hanyalah alat untuk menyingkirkan pegawai yang kritis dan progresif dalam pemberantasan korupsi. Komnas HAM dan Ombudsman RI bahkan menemukan pelanggaran administratif dalam proses tersebut.


Bab 4: Dari KPK ke Satgas Penerimaan Negara

4.1 Tugas Baru di Kemenko Polhukam

Pada tahun 2022, Novel Baswedan menerima tawaran untuk bergabung dalam Satgas Peningkatan Penerimaan Negara Nonpajak dan Pajak yang dibentuk oleh Kemenko Polhukam. Tugas utama satgas ini adalah membantu mengawasi dan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, perikanan, dan kehutanan.

Di bawah koordinasi Menko Polhukam Mahfud MD (saat itu), Novel menjadi bagian dari tim investigasi yang bertugas mendalami kasus-kasus kebocoran penerimaan negara, termasuk dalam kasus tambang ilegal dan manipulasi ekspor SDA.

4.2 Investigasi Tambang Ilegal dan Mafia SDA

Novel aktif melakukan investigasi terhadap praktik-praktik penghindaran pajak dan royalti yang dilakukan oleh perusahaan tambang dan sektor lain yang tidak patuh. Dalam beberapa kasus, tim menemukan perusahaan besar yang tak menyetor kewajiban kepada negara selama bertahun-tahun.

Hal ini membawa angin segar, karena pendekatan penegakan hukum berbasis data dan investigasi langsung mulai diterapkan, bukan hanya sekadar tindakan administratif.

4.3 Sinergi Antarlembaga

Keberadaan Novel di Satgas juga menunjukkan perlunya sinergi antara penegakan hukum, pengawasan fiskal, dan reformasi birokrasi. Dalam perannya, ia juga bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, KPK, dan instansi lainnya.


Bab 5: Citra dan Warisan Sosok Novel Baswedan

5.1 Simbol Integritas

Bagi banyak orang, Novel Baswedan adalah simbol dari integritas yang tidak bisa dibeli. Serangan terhadap dirinya justru memperkuat citra bahwa pemberantasan korupsi adalah tugas berisiko yang nyata.

5.2 Kritik Terhadap Sistem

Novel sering mengkritisi sistem birokrasi yang korup dan lambat dalam menindak pelanggaran. Baginya, tidak cukup hanya mengandalkan regulasi—harus ada kemauan politik dan keberanian moral dari pemimpin lembaga.

5.3 Mendorong Aktivisme Publik

Ia juga menjadi inspirasi bagi banyak aktivis antikorupsi dan mahasiswa hukum untuk tidak takut menyuarakan kebenaran. Bahkan setelah tidak di KPK, ia tetap berperan aktif dalam gerakan masyarakat sipil.


Bab 6: Tantangan dan Harapan ke Depan

6.1 Reformasi di Tengah Resistensi

Perjuangan Novel dalam Satgas Penerimaan Negara menghadapi tantangan besar: resistensi dari elite, kekuatan modal, dan praktik mafia yang sudah mengakar. Namun dengan rekam jejaknya, publik berharap keberhasilannya membuka jalan menuju sistem yang lebih transparan.

6.2 Mendorong Akuntabilitas Anggaran

Melalui audit dan investigasi, Novel berharap potensi penerimaan negara dapat dimaksimalkan, yang ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dana dari pajak dan royalti adalah sumber vital bagi pembangunan nasional.

6.3 Pendidikan dan Kepemimpinan Muda

Novel Baswedan juga kini aktif memberikan kuliah umum, ceramah, dan menjadi pembicara di berbagai forum akademik dan profesional. Ia mendorong generasi muda untuk belajar tentang keadilan, konstitusi, dan pentingnya menjaga integritas pribadi.


Penutup: Jalan Panjang Pejuang Integritas

Novel Baswedan adalah contoh nyata bahwa jalan kebenaran sering kali berliku dan penuh tantangan. Dari ruang penyidikan KPK, hingga rumah sakit pasca disiram air keras, dan kini meja kerja di Satgas Penerimaan Negara—semangatnya tak pernah surut.

Bagi Indonesia yang sedang membenahi sistem, sosok seperti Novel menjadi mercusuar moral. Perjuangannya tidak hanya soal menangkap koruptor, tapi juga membentuk ekosistem tata kelola negara yang sehat, adil, dan transparan.

Baca Juga : 16 Juni 1976: Demonstrasi Berujung Tragedi, Aksi Protes di Soweto Afrika Selatan Tewaskan 12 Orang